| 0 komentar ]

Ida Nuramdhani

Tingginya jumlah produksi dan kebutuhan Nilon-6 di dunia serta fakta bahwa proses sintesa dengan metoda sebelumnya menghasilkan produk samping berupa limbah buangan dengan kuantitas yang sangat tinggi telah melatarbelakangi munculnya gagasan untuk mencari alternatif proses yang lebih ramah lingkungan. Proses bersih ini juga telah menjadi paradigma dalam industri kimia termasuk tekstil, yang selama ini dikenal cukup banyak menghasilkan limbah buangan berbahaya bagi lingkungan dan proses pengolahannya pun mahal. Terlebih dengan adanya 12 prinsip Green Chemistry yang diperkenalkan oleh Paul Anastas dan John Warner, dalam publikasinya berjudul "Green Chemistry: Theory and Practise" (Oxford University Press: New York, 1998), maka industri dan penelitian di bidang kimia, semakin diarahkan pada pandangan yang berorientasi lingkungan.

Berdasarkan data terakhir, diketahui bahwa produksi Nilon-6 dunia mencapai angka yang sangat tinggi dan signifikan, yaitu 4 miliar kg/tahun. Disamping itu, pemanfaatannya pun semakin luas, diantaranya: (1) pakaian jadi, mencakup pakaian dalam wanita, hosiery (stocking, kaus kaki, dan segala pakaian dalam rajutan), pakaian olah raga, leisure wear (baju santai), fashion wear, dan lining; (2) tekstil lainnya, seperti untuk parasut, payung, tenda, tas/koper, dan sleeping bags; (3) floor coverings, misalnya karpet; (4) benang untuk keperluan industri, contohnya ban, conveyor belts, tali, net, jaring, dan jaket tahan air; (5) teknologi plastik untuk automotive air-inlets, penutup mesin, atau jendela pesawat terbang; dan (6) pelapis untuk makanan dan industrial packaging.

Bila dilihat dari jumlah produksi dan area pemanfaatannya, kita akan sepakat bahwa Nilon-6 merupakan salah satu produk yang memiliki peran signifikan dari segi ekonomi, sehingga layak menjadi fokus perhatian, terutama berkaitan dengan teknologi bersih. Akan tetapi, sebelumnya mari kita lihat terlebih dahulu proses sintesa Nilon-6 yang sebelumnya banyak dikerjakan.


Nilon-6 adalah produk polimerisasi ε-kaprolaktam, yang saat ini diproduksi melalui dua tahap proses (lihat skema 1), dengan melibatkan zat-zat kimia yang sangat agresif seperti hidroksilamin sulfat, oleum, dan asam sulfat. Melalui urutan reaksi dengan metoda tersebut, dihasilkan amoniumsulfat sebagai produk samping buangan yang menimbulkan konsekuensi biaya tinggi untuk pengolahannya, dalam jumlah mencapai hampir empat kali kuantitas ε-kaprolaktam yang dihasilkan (3.8 ton amonium sulfat buangan dihasilkan dari setiap ton produksi ε-kaprolaktam, artinya lebih dari 15 juta ton per-tahunnya). Selain masalah biaya pengolahan limbah, kemurnian ε-kaprolaktam menjadi masalah berikutnya, mengingat biaya dan prosesnya yang tidak sederhana.

Dengan demikian, proses "konvensional" ini dipandang tidak menguntungkan secara ekonomi maupun lingkungan. Di sisi lain, keuntungan lain dari penggunaan Nilon-6 ini masih layak dipertahankan. Sebagai contoh, karpet yang dibuat dari Nilon-6 dapat didaur ulang melalui proses depolimerisasi kembali ke bentuk bahan antaranya (intermediate) – kaprolaktam - yang pada tahap berikutnya dapat dipolimerisasi ulang untuk menghasilkan Nilon-6 kembali. Keseluruhan proses daur ulang ini dapat menutupi lebih dari 99% ongkos energi dan material yang diperlukan untuk membuat benang karpet Nilon-6. Dengan kata lain, mengganti jenis Nilon-6 dengan Nilon-66, misalnya, untuk menghindari kelemahan yang ada, belum bisa dipandang sebagai solusi terbaik. Artinya, mendesain metoda atau zat kimia alternatif adalah pilihan berikutnya. Dapatkah gagasan ini diterapkan dalam proses yang dimaksud?

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa metoda katalisis dan zat kimia yang digunakan merupakan dua faktor penting yang saling terkait dalam sintesa ε-kaprolaktam. Karena itu, mendesain alternatif proses dengan metoda katalisis dan pemilihan zat yang baru merupakan salah satu alternatif yang dianggap lebih menguntungkan.

Dikutip dari beberapa hasil penelitian, diketahui bahwa nanokatalis heterogen menggunakan zeolit dapat menghasilkan proses yang lebih bersih karena dapat didaur ulang atau digunakan kembali, tanpa menghasilkan produk samping. Berikutnya, metoda ini diterapkan pada sintesa ε-kaprolaktam dengan menggunakan sistem bifunctional untuk memperoleh produk yang lebih murni. Hasilnya, diperoleh ε-kaprolaktam murni tanpa menghasilkan senyawa lain di akhir proses, sebagai efek dari sistem kerja katalis bifunctional yang memiliki gugus aktif di dua bagian, yang bekerja secara reduksi-oksidasi (redox site) dan berperan sebagai asam (Bronsted acid site) . Dari skema 2, terlihat bahwa proses ini lebih menguntungkan tidak hanya dari faktor kemurnian, tetapi juga dari tidak adanya limbah samping yang dihasilkan.


Sumber:

  1. R. Raja, G. Sankar & J.M. Thomas, "Bifunctional molecular sieve catalysts for the benign ammoximation of cyclohexanone: One-step, solvent-free production of oxime and ε-caprolactam with a mixture of air and ammonia", J. Am. Chem. Soc., 123, 8153-8154 (2001).
  2. Robert Mokaya & Martyn Poliakoff, Nature, ed. 437, 1243-1244, 27 October 2005.




Tanya-Jawab & Diskusi

0 komentar

Posting Komentar