| 0 komentar ]

Ida Nuramdhani

Agar nyaman dipakai, salah satu kriteria penting dalam memilih bahan pakaian adalah daya serapnya terhadap cairan terutama keringat, sehingga tidak berdiam dan mengganggu di permukaan tubuh kita. Terlebih, bila kita memakainya untuk kegiatan yang sangat aktif dalam bergerak, seperti berolah raga, bekerja di lapangan, atau bepergian dalam cuaca panas, yang memungkinkan tingginya produksi keringat.

Bila berbicara tentang kapas, misalnya, tentu hal ini tidak terlalu menjadi persoalan, karena memang bahan tersebut telah dengan sendirinya memiliki kemampuan penyerapan yang baik berkat kehadiran gugus hidroksil di sepanjang rantai utamanya. Berbeda halnya dengan poliester, contohnya. Struktur kimia seratnya tidak memberikan kemampuan untuk menyerap cairan dengan baik karena gugus-gugus ujung polimernya bersifat hidrofob. Namun kenyataannya, bahan tersebut justru paling banyak dipakai untuk pakaian olah raga ataupun bekerja. Di sisi lain, serat-serat sintetik ini juga banyak dipilih karena memiliki berbagai kelebihan sifat lain yang dimilikinya seperti kilau, langsai, ringan dan tahan kusut.

Lalu bagaimana kita berdamai dengan dua keadaan yang berkebalikan tersebut? Untuk mudahnya, kita dapat belajar dari sistem yang sudah ada seperti kapas, yang pada jenis tertentu dengan perlakuan tertentu bahkan mampu menyerap cairan hingga 100%. Kebaikan tersebut diperoleh karena strukturnya telah memiliki sistem hidrofilik yang memungkinkan mekanisme penyerapan berjalan dengan baik. Dengan kata lain, agar bahan hidrofobik semacam poliester memiliki sifat penyerapan yang baik dan nyaman dipakai seperti halnya bahan dari kapas, maka tidak boleh tidak, kita harus memberikan perlakuan tertentu agar ia memiliki mekanisme hidrofilik. Perilaku ini dalam industri garmen banyak dikenal dengan istilah moisture management.

Moisture management dapat diartikan sebagai kemampuan serat untuk menguapkan cairan ataupun mentransportasikan keringat dari tubuh kita. Sistem transportasi ini dapat terjadi melalui mekanisme fisika dan kimia. Secara fisika, cairan ditransportasikan oleh bahan tekstil melalui celah atau ruang antar serat maupun benang, sehingga dapat memindahkan dan lalu menguapkan cairan dari tubuh. Pada bahan tekstil, celah antar serat ini sangat efektif membentuk saluran kapiler, apalagi bila jarak antar serat lebih kecil, maka transportasi cairan akan berjalan lebih efektif. Karakter menyerap air dapat diperoleh dengan merekayasa konstruksi serat maupun benang, bahkan dapat dibantu dengan mencampur serat. Pencampuran dua komponen bahan yang tidak menyerap air di bagian dalam dengan yang menyerap air di bagian luar telah terbukti mampu memberikan karakter moisture management yang efektif. Hal ini disebabkan oleh bahan bagian luar yang mampu menarik cairan keluar dari kulit, sementara bagian dalamnya mampu menjaga kulit tetap kering. Dikutip dari Textile Intelligence, dikatakan bahwa secara umum, kain yang memiliki sifat moisture management baik adalah kain sintetik dengan teknologi tinggi (high-tech) yang terbuat dari microfibre poliamida atau poliester , karena memiliki berat yang ringan dan cepat kering.

Cara lain untuk memperoleh kain dengan kemampuan moisture management yang baik adalah dengan memberi perlakuan kimia pada proses finishing. Secara prinsip, bahan kimia yang diperlukan adalah yang memiliki gugus hidrofil dan hidrofob di bagian yang berseberangan, sehingga pada saat cairan dikeluarkan oleh tubuh, gugus hidrofil akan menarik cairan tersebut keluar, untuk kemudian ditransportasikan ke gugus hidrofobnya, hingga diuapkan keluar dari bahan.

Akan lebih menarik, bila pendekatan nanoteknologi diterapkan pada kain untuk mencapai karakteristik moisture management yang baik. Nanopartikel seperti titanium oksida, misalnya, setelah mengalami proses iluminasi oleh sinar ultraviolet dapat bersifat hidrofilik, atau bahkan superhidrofilik. Dengan demikian, pada saat yang sama kemampuan tersebut dapat diterapkan pula untuk aplikasi tekstil cerdas, yang memiliki kemampuan berubah sifat oleh adanya perubahan keadaan, atau juga dengan merekayasa kemampuan bahan untuk mengubah ukuran pori-pori seratnya pada saat mengalami kontak dengan cairan, sehingga dapat berperilaku sebagai moisture management fabric yang efektif.

Klik di sini untuk melihat rekaman video "efek daun talas" pada skala mikroskopik.

Tanya-Jawab & Diskusi

0 komentar

Posting Komentar