| 4 komentar ]

Mohamad Widodo

Industri penyempurnaan tekstil menggunakan banyak air dalam proses produksinya. Air terutama dipakai sebagai media pelarut dan transfer zat-zat kimia yang akan diaplikasikan pada bahan tekstil dan juga digunakan dalam jumlah besar di akhir proses untuk menghilangkan sisa-sisa zat kimia maupun zat warna yang tertinggal pada bahan. Proses penyempurnaan tekstil menghabiskan sekitar 50 - 240 liter air per kg bahan tergantung jenis serat, jenis proses yang dikerjakan, dan mesin yang digunakan berikut tingkat efisiensinya1. Ini kurang lebih setara dengan 6-7% biaya total produksi, meliputi biaya penyediaan air proses dan pengolahan limbah (termasuk pemakaian kembali dan daur-ulang), dan diperkirakan akan terus meningkat dengan semakin berkurangnya ketersediaan air dan ketatnya peraturan-peraturan lingkungan.

PhotobucketPengembangan mesin-mesin pencelupan baru yang memungkinkan konsumsi air hingga minimum masih belum memberikan solusi efektif karena bagaimanapun masih memerlukan air dalam jumlah besar di tahap akhir proses, yaitu untuk pembilasan dan pencucian (washing-off).

Pada sekitar tahun 1970 – 1980-an solvent dyeing sempat menarik perhatian besar dari kalangan industri maupun akademia di bidang pencelupan.2-4 Solvent dyeing adalah metoda pencelupan serat-serat sintetik, terutama poliester, dengan menggunakan pelarut organik. Dua di antaranya yang banyak diteliti untuk menggantikan air sebagai media pelarut dan transfer adalah piridin2 dan perkloroetilena3 (sering digunakan oleh industri pencucian sebagai pelarut untuk dry-cleaning). Keduanya diketahui secara umum merupakan zat kimia beracun dan berbahaya bagi kesehatan pekerja maupun lingkungan. Oleh karena itu, meskipun terbukti mampu memberikan hasil pencelupan sangat baik untuk serat-serat sintetik, proses ini tidak pernah mencapai sukses komersial dan pengembangannya pun telah sejak lama berhenti. Dengan demikian sepertinya air memang merupakan kebutuhan mutlak dan tak tergantikan bagi proses kimia tekstil. Betulkah demikian?

Hasil penelitian di Jerman pada awal dekade lalu5-7 menawarkan terobosan baru dengan pendekatan yang juga sama sekali baru, yaitu pencelupan poliester dengan menggunakan karbondioksida superkritik – tanpa air ataupun pelarut cair lainnya. Sejak itu banyak penelitian telah dilakukan untuk mengembangkan dan mengkomersialkan teknologi ini yang meliputi: (1) perluasan aplikasinya untuk bahan tekstil dari serat selain selain poliester8-11, (2) kimia-fisika pencelupan dalam hubungannya dengan sifat-sifat kimia-fisika zat warna12-14, (3) pengaruh kondisi superkritik terhadap struktur serat15-18, dan (4) keteknikan prosesnya19-21, yaitu segala sesuatu yang berhubungan dengan pengembangan mesin pencelupan superkritik.

Apakah yang dimaksud dengan superkritik? Bagaimana sifat-sifatnya dan apa keistimewaannya? Mengapa karbon dioksida? Jawaban atas sederet pertanyaan tersebut akan menjadi pembuka pembahasan kita mengenai pencelupan dengan karbon dioksida superkritik – teknologi pencelupan tanpa air.

Fluida Superkritik


Kita pada umumnya mengenal dengan baik tiga wujud klasik materi, yaitu padat, cair dan gas. Materi dapat mengalami perubahan keadaan dari satu wujud ke wujud lainnya tergantung suhu dan tekanan yang dialaminya, dan ini biasanya digambarkan dengan suatu diagram yang biasa dikenal sebagai diagram fase22. Pada diagram tersebut ada dua titik yang penting untuk diperhatikan, yaitu titik tripel (triple point) dan titik kritik (critical point). Titik tripel adalah suhu dan tekanan di mana fase padat, cair dan gas hadir bersamaan dalam suatu kesetimbangan yang dinamik. Sedangkan titik kritik adalah suhu dan tekanan tertinggi di mana suatu zat masih dapat mempertahankan kesetimbangan antara fase gas dan cairnya. Di atas titik ini materi berubah wujud menjadi sesuatu yang bukan gas dan bukan pula zat cair. Secara termodinamika materi tersebut sebetulnya dapat didefinisikan sebagai gas, atau lebih tepatnya gas yang dimampatkan, karena terdiri hanya atas satu fase dan memenuhi seluruh bagian ruang penyimpannya. Akan tetapi, sifat-sifatnya yang berbeda dari gas biasa memerlukan penyebutan yang berbeda dan spesifik, sehingga digunakan istilah fluida superkritik (supercritical fluids – SCF) yang dipandang lebih sesuai. Gambar berikut di bawah ini memperlihatkan tahap perubahan fase karbon dioksida dari cair dan gas menjadi fluida superkritik seiring dengan kenaikan suhu.23


Tabel berikut di bawah ini memperlihatkan perbandingan sifat-sifat fisika zat cair, gas dan fluida superkritik.7,24 Bisa diamati bahwa fluida superkritik mempunyai gabungan sifat-sifat zat cair dan gas. Berat jenisnya sepadan dengan berat jenis zat cair, sementara viskositasnya setara dengan gas, dan tingkat difusinya berada di antara gas dan zat cair. Dengan sifat-sifat tersebut ia dapat menembus materi padatan lebih cepat daripada pelarut dari zat cair dan mampu dengan cepat pula membawa zat terlarut dari dan ke dalam padatan. Keistimewaan fluida superkritik terutama ada pada sifat dan daya pelarutannya yang dapat diubah dan diatur menurut suhu dan tekanannya. Ini merupakan kunci bagi aplikasinya sebagai media pelarut dan media transpor di banyak proses industri.


Teknologi fluida superkritik sudah sejak lama dimanfaatkan untuk membantu proses industri seperti ekstraksi pada industri makanan dan pemurnian pada industri farmasi, dan juga sebagai teknik analisa, yaitu kromatografi fluida superkritik24. Karbon dioksida (CO2) menjadi pilihan bagi banyak proses dengan teknologi fluida superkritik karena (1) tidak mudah terbakar, (2) tidak beracun, (3) murah, dan (4) titik kritiknya relatif rendah, yaitu 31,3°C dan 72,9 atm (lihat Tabel 1). Air memiliki suhu dan tekanan kritik jauh lebih tinggi, yaitu 374,2°C dan 217,6 atm, sedangkan propana (Tc = 96,8°C dan Pc = 42 atm) dan etana (Tc = 32,4°C dan Pc = 48,2 atm) jelas mempunyai tekanan kritik lebih rendah tapi mudah terbakar. Keuntungannya yang lain adalah ketersediaannya yang melimpah dari alam dan dari hasil produk-samping berbagai proses industri serta mudah pula didaur-ulang. Ini semua boleh dibilang memenuhi kriteria kimia hijau (green chemistry) yang mensyaratkan "carrying out chemical activities – including chemical design, manufacture, use, and disposal – such that hazardous substances will not be used and generated"25, yaitu agar segala kegiatan yang melibatkan zat-zat kimia – termasuk perancangan, pembuatan, pemakaian, maupun pembuangannya –dikerjakan sedemikian rupa hingga tidak memerlukan pemakaian ataupun menghasilkan zat-zat berbahaya.

[ Halaman: 1 | 2 | 3 | 4 ]Unduh Berkas 1-4download


Tanya-Jawab & Diskusi

4 komentar

Unknown mengatakan... @ 30/05/09, 07.20

bagus banget nih kalo ada yg celup tanpa air tetapi dari segi komersial apakah ada yang lebih murah dari air ...... dan pengaplikasiannya bagaimana ?

Anonim mengatakan... @ 03/06/09, 00.41

Scientifically, ia sangat membuai intelektualitas. Ia memberi kenikmatan ber-olah pikir dan citra. Dasarnya tetap:"Materi dan Energi". Materi toh hanya energi yang "terjebak". Sejak itu, penjelajahan alam philosophy pun lantas punya daya dorong. Yippi kayyee....:)

Tibalah ia pada ranah technology, sambil tetap mengagumi horizon. Sama saja, garis cakrawala pun merupakan kumpulan titik-titik. Satu 'titik' itu keluar dari barisannya dan membesar. Bagai cuplikan lyric lagu bocah: "Kapal Api"...."Makin lama makin jelas bentuk rupanya"...Itulah teknoekonomi. Penaklukkan saja yang akan mengupas perwujudan citra: Tangible.

**Thanks atas penulisan artikel "Celup Tanpa Air". Merangsang lubuk akal, sang tepian ilmu.**

~DUDDY SETIADI~
(Jika pakaianku dipreteli, maka tinggallah diri ini si bugil. Jika raga ini pun dibongkar, maka tinggallah ia sang jiwa. Ruh, sebatang benda-semesta energi, yang saya pun belum lagi mengenalnya.)

Minpers mengatakan... @ 06/10/10, 06.18

Betul-btul informasi yang sangat berguna, maju terus thinktextiles.blogspot.com

Salam
Minpers www.kompisttt.com

Anonim mengatakan... @ 21/05/11, 04.43

THANKS FOR YOUR INFORMATIONS

~ ISTIQOMAH UTAMININGSIH ~

Posting Komentar