| 0 komentar ]

Mohamad Widodo

Mekanisme pencelupan poliester dengan zat warna dispersi menggunakan SCO2 tidak berbeda dengan pencelupan sistem cair13. Di samping berfungsi sebagai media pelarut dan pembawa zat warna, SCO2 bekerja seperti halnya zat pengemban (carrier), yaitu menggembungkan dan membuat serat menjadi plastis. Pada penyerapan, molekul CO2 akan menerobos dan mendorong rantai-rantai molekul poliester hingga saling menjauh satu sama lain dan membuka jalan lebih lebar untuk akses zat warna ke dalam bagian amorf serat. Ini ditandai dengan turunnya suhu transisi gelas serat poliester hingga sebesar 30°-40°C. Pada pencelupan sistem cair, zat warna meninggalkan larutan dan masuk ke dalam serat dengan mekanisme yang sering disebut sebagai "solid solution" karena adsorpsi preferensial zat warna terhadap serat ketimbang air. Pada pencelupan dengan SCO2, tidak ada preferensi semacam itu karena poliester dan SCO2 sama-sama memiliki sifat hidrokarbon sehingga zat warna dispersi akan terdistribusi di antara SCO2 dan serat tergantung suhu dan tekanan proses. Menaikkan tekanan proses mendorong zat warna untuk teradsorpsi lebih banyak pada serat daripada berada di dalam SCO2. Namun demikian, kecenderungan ini akan melemah dengan kenaikan suhu proses14.

Sukses yang dicapai dengan serat poliester menggunakan zat warna dispersi segera dilanjutkan dengan banyak studi berikutnya mengenai peluang aplikasi teknologi tersebut untuk pencelupan serat-serat lainnya, sintetik maupun alam. Nilon dan polipropilena merupakan dua jenis serat sintetik yang paling banyak mendapat perhatian setelah poliester, jelas karena nilai ekonominya dalam banyak aplikasi industri. Polipropilena selama ini dikenal sangat sulit untuk dicelup menggunakan metoda pencelupan konvensional, sehingga pencelupan dengan SCO2 diharapkan memberi alternatif jalan keluar yang lebih layak secara teknis maupun ekonomis dan ramah lingkungan.

Serat selulosa (termasuk kapas) masih merupakan serat alam yang paling disukai hingga saat ini meski pertumbuhannya cenderung menurun bila dibandingkan dengan serat sintetik yang kini menguasai 94% produksi serat dunia (21% di dalamnya adalah poliester)32. Dibandingkan dengan poliester, pencelupan kapas banyak menghasilkan limbah cair yang mengandung banyak sisa-sisa zat-zat kimia pembantu tekstil dan zat warna yang tidak terfiksasi pada serat. Kebaikan dan kelebihan yang ditawarkan pencelupan SCO2 tentu akan memberi dampak yang lebih signifikan pada pencelupan semacam ini.

Pencelupan dengan SCO2 pada dasarnya dikembangkan untuk pencelupan poliester dengan zat warna dispersi. Dalam hal ini, interaksi ketiga komponen dalam sistem, yaitu serat, zat warna dan SCO2, secara alami telah memenuhi adagium "like dissolves like", sehingga tidak diperlukan modifikasi apapun pada ketiganya. Sementara itu, zat warna yang biasa digunakan untuk mencelup kapas, misalnya, pada umumnya mempunyai kepolaran sehingga tidak dapat larut dalam SCO2. Di sisi lain, kapas hampir tidak mempunyai afinitas terhadap zat warna dispersi, padahal sejauh ini hanya zat warna dispersi yang dapat larut dalam SCO2. Kapas juga bersifat polar. Tambahan pula, molekul CO2 tidak cukup besar untuk mampu membuka struktur dalam serat kapas karena ikatan hidrogen antar rantai molekulnya yang begitu rapat dan ekstensif. Ada tiga pendekatan yang pernah dilakukan untuk mengatasi kesulitan pencelupan kapas (dan serat alam lainnya) dengan SCO2, yaitu (1) menggunakan zat pembantu yang berfungsi menggembungkan serat dan/atau menaikkan kelarutan serta transportasi zat warna di dalam SCO28,11,33-35, (2) memodifikasi serat kapas dengan gugus hidrofobik supaya bisa dicelup dengan zat warna dispersi12, dan (3) memodifikasi struktur molekul zat warna36. Hingga sejauh ini masih belum ada hasil yang betul-betul memuaskan. Namun demikian, kemajuan yang telah dicapai sepertinya menjanjikan harapan di masa depan. Tabel 3 di bawah ini memperlihatkan hasil uji ketahanan luntur pencelupan poliester dengan zat warna dispersi dalam media air dan SCO220.



Pencelupan dengan media karbon dioksida superkritik merupakan alternatif proses ramah lingkungan yang menjanjikan, terutama dalam kaitannya dengan ketersediaan sumber air yang semakin terbatas dan pentingnya pengembangan teknologi yang berkelanjutan di masa depan. Aplikasinya secara komersial, terutama untuk serat-serat alam, masih membutuhkan studi lebih mendalam. Tulisan ini merupakan bagian pertama dari dua rangkaian tulisan, dan masih akan disambung dengan pembahasan mengenai pengaruh kondisi superkritik terhadap sifat-sifat kimia dan fisik serat.

[ Halaman: 1 | 2 | 3 | 4 ]Unduh Berkasdownload


Daftar Pustaka

  1. Ullmann's Fibers. 899(2008).

  2. Preston, J. & Hofferbert, W. A Solvent-Dyeing Process for Aramid Fibers. Textile Research Journal 49, 283-287(1979).

  3. Hashimoto, I. Studies of Solvent Dyeing. Journal of the Textile Machinery Society of Japan 21, 78-85(1975).

  4. Siddiqui, S.A. Studies of Solvent Dyeing: Part I: Preparation of Disperse Dyes and Determination of Their Solubility Parameters. Textile Research Journal 51, 527-533(1981).

  5. Poulakis, K. et al. Dyeing Polyester in Supercritical CO2. Chemiefasern/Textilindustrie 41, (1991).

  6. Schlenker, W. et al. Process for dyeing hydrophobic textilmaterial with disperse dyes in supercritical CO2. (1994).

  7. Saus, W., Knittel, D. & Schollmeyer, E. Dyeing of Textiles in Supercritical Carbon Dioxide. Textile Research Journal 63, 135-142(1993).

  8. Gebert, B. et al. Dyeing Natural Fibers with Disperse Dyes in Supercritical Carbon Dioxide. Textile Research Journal 64, 371-374(1994).

  9. Liao, S.K., Ho, Y.C. & Chang, P.S. Dyeing of nylon 66 with a disperse-reactive dye using supercritical carbon dioxide as the transport medium. Coloration Technology 116, 403-407(2000).

  10. van der Kraan, M. et al. Dyeing of natural and synthetic textiles in supercritical carbon dioxide with disperse reactive dyes. The Journal of Supercritical Fluids 40, 470-476(2007).

  11. Maeda, S. et al. Dyeing Cellulose Fibers with Reactive Disperse Dyes in Supercritical Carbon Dioxide. Textile Research Journal 72, 240-244(2002).

  12. Ozcan, A.S. et al. Solubility of Disperse Dyes in Supercritical Carbon Dioxide. Journal of Chemical & Engineering Data 42, 590-592(1997).

  13. Tabata, I. et al. Relationship between the solubility of disperse dyes and the equilibrium dye adsorption in supercritical fluid dyeing. Coloration Technology 117, 346-351(2001).

  14. Park, M. & Bae, H. Dye distribution in supercritical dyeing with carbon dioxide. The Journal of Supercritical Fluids 22, 65-73(2002).

  15. Schmidt, A., Bach, E. & Schollmeyer, E. Damage to Natural and Synthetic Fibers Treated in Supercritical Carbon Dioxide at 300 bar and Temperatures up to 160 degree C. Textile Research Journal 72, 1023-1032(2002).

  16. Liao, S., Chang, P. & Lin, Y. Analysis on the dyeing of polypropylene fibers in supercritical carbon dioxide. Journal of Polymer Research 7, 155-159(2000).

  17. Hou, A., Xie, K. & Dai, J. Effect of supercritical carbon dioxide dyeing conditions on the chemical and morphological changes of poly(ethylene terephthalate) fibers. Journal of Applied Polymer Science 92, 2008-2012(2004).

  18. Beltrame, P.L. et al. Morphological changes and dye uptake of poly(ethylene terephthalate) and 2,5-cellulose diacetate immersed in supercritical carbon dioxide. Dyes and Pigments 39, 35-47(1998).

  19. Montero, G.A. et al. Supercritical Fluid Technology in Textile Processing: An Overview. Industrial & Engineering Chemistry Research 39, 4806-4812(2000).

  20. Banchero, M. et al. Supercritical Dyeing of Textiles - From the Laboratory Apparatus to the Pilot Plant. Textile Research Journal 78, 217-223(2008).

  21. Hendrix, W.A. Progress in Supercritical Co2Dyeing. Journal of Industrial Textiles 31, 43-56(2001).

  22. Clark, J. Phase diagrams of pure substances. at http://www.chemguide.co.uk/physical/phaseeqia/phasediags.html

  23. SUPERCRITICAL CARBON DIOXIDE PICS. Leeds Cleaner Synthesis Group at http://www.chem.leeds.ac.uk/People/CMR/criticalpics.html

  24. McHardy, J. & Sawan, S.P. Supercritical fluid cleaning. 290(1998).

  25. DeSimone, J.M. & Tumas, W. Green Chemistry Using Liquid and Supercritical Carbon Dioxide. (Oxford University Press, USA: 2003).

  26. Water is for living, not for dyeing. Thies at http://www.thiestextilmaschinen.com

  27. von Schnitzler, J. & Eggers, R. Mass transfer in polymers in a supercritical CO2-atmosphere. The Journal of Supercritical Fluids 16, 81-92(1999).

  28. Kunttou, K. et al. Dyeing Polyester Fabrics with Indigo. Textile Research Journal 75, 149-153(2005).

  29. Son, Y., Hong, J. & Kim, T. An approach to the dyeing of polyester fiber using indigo and its extended wash fastness properties. Dyes and Pigments 61, 263-272(2004).

  30. Shore, J. Colorants and Auxiliaries: Organic Chemistry and Application Properties. 1, 114(Society of Dyers & Colourists: 2002).

  31. Draper, S.L. et al. Solubility relationships for disperse dyes in supercritical carbon dioxide. Dyes and Pigments 45, 177-183(2000).

  32. Global production of manufactured fiber. at http://www.fibersource.com/f-info/fiber%20production.htm

  33. Sawada, K. & Ueda, M. Adsorption and fixation of a reactive dye on cotton in non-aqueous systems. Coloration Technology 119, 182-186(2003).

  34. Beltrame, P.L. et al. Dyeing of Cotton in Supercritical Carbon Dioxide. Dyes and Pigments 39, 335-340(1998).

  35. Sawada, K., Jun, J. & Ueda, M. Dyeing of natural fibres from perfluoro-polyether reverse micelles in supercritical carbon dioxide. Coloration Technology 119, 336-340(2003).

  36. Schmidt, A., Bach, E. & Schollmeyer, E. The dyeing of natural fibres with reactive disperse dyes in supercritical carbon dioxide. Dyes and Pigments 56, 27-35(2003).




Tanya-Jawab & Diskusi

0 komentar

Posting Komentar